
Di beberapa belahan Asia, tradisi kuliner yang melibatkan konsumsi daging kucing masih bertahan, meskipun semakin mendapat tentangan dari aktivis kesejahteraan hewan dan perubahan pandangan masyarakat. Tiga negara Asia yang diketahui memiliki tradisi ini adalah Vietnam, Tiongkok, dan Indonesia.
Di Vietnam, daging kucing dikenal dengan sebutan eufemisme "tiểu hổ" atau "harimau kecil", dan secara tradisional dikonsumsi untuk membawa keberuntungan pada awal bulan lunar. Meskipun sempat ilegal hingga Januari 2020, hukum tersebut telah dicabut, yang menyebabkan peningkatan permintaan daging kucing. Diperkirakan satu juta kucing, termasuk hewan liar dan peliharaan yang dicuri, dibunuh setiap tahun di Vietnam untuk memenuhi permintaan ini. Provinsi Hanoi dan Thai Binh diidentifikasi sebagai pusat perdagangan daging kucing. Hidangan daging kucing sering diolah menjadi sup, semur, atau sate yang disajikan dengan serai, jahe, atau rendaman ketumbar dan cabai. Meskipun demikian, ada peningkatan oposisi lokal terhadap perdagangan ini, terutama di kalangan pemilik hewan peliharaan dan generasi muda.
Tiongkok juga memiliki tradisi konsumsi daging kucing, meskipun tidak meluas di seluruh negeri. Praktik ini lebih terkonsentrasi di provinsi Guangdong dan Guangxi, di mana sebagian orang, terutama lansia, menganggap daging kucing sebagai makanan penghangat tubuh di musim dingin. Salah satu hidangan tradisional yang terkenal adalah "naga, harimau, phoenix," yang terdiri dari ular, kucing, dan ayam. Penadah kucing terorganisir memasok restoran di selatan, dengan hewan-hewan yang sering berasal dari provinsi lain. Diperkirakan empat juta kucing dibunuh setiap tahun di Tiongkok untuk dagingnya. Namun, penentangan terhadap konsumsi daging kucing semakin meningkat, didorong oleh popularitas kepemilikan kucing sebagai hewan peliharaan. Beberapa kota seperti Shenzhen dan Zhuhai telah memberlakukan larangan terhadap konsumsi daging anjing dan kucing, dan Kementerian Pertanian Tiongkok secara resmi mengklasifikasikan anjing sebagai hewan pendamping daripada hewan ternak.
Di Indonesia, konsumsi daging kucing jauh lebih jarang dibandingkan daging anjing, dengan sekitar 1% penduduk Indonesia yang mengonsumsinya. Praktik ini kadang terlihat di pasar ekstrem seperti Pasar Tomohon di Sulawesi Utara. Baru-baru ini, kasus seorang pria di Semarang yang mengonsumsi daging kucing liar dengan keyakinan dapat mengobati diabetes menjadi perhatian publik, meskipun klaim tersebut tidak memiliki dasar ilmiah. Konsumsi daging kucing umumnya dianggap tabu di sebagian besar Indonesia, tetapi masih ada di wilayah tertentu. Pemerintah Jakarta sedang mempersiapkan peraturan untuk melarang perdagangan dan konsumsi daging anjing dan kucing, sebagai bagian dari upaya untuk mengendalikan rabies dan meningkatkan kesejahteraan hewan. Penentangan terhadap perdagangan ini juga meningkat, terutama di kalangan generasi muda.